KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan tulisan
ini.Makalah mengenai kenaikan BBM yang sedang gencar diperbincangkan saat ini
Penulisan makalah ini telah saya selesaikan dengan
segenap kemampuan saya, walau masih terdapat banyak kekurangan didalamnya. Oleh
karena itu saya berharap agar pembaca maupun pihak - pihak lain dapat berkenan
memberikan kritik dan sarannya demi penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, dan saya ucapkan terimakasih
atas kesempatan dan perhatiannya.
Samarinda, Maret 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………............................…1
BAB
I PENDAHULUAN……………………………………………………............................…...3
A.
Latar Belakang…………………………………………………………...........................….3
B.
Tujuan………………………………………………………...........................……………..4
BAB
II PEMBAHASAN ………………………………………………............................…..…….5
Dampak
kenaikan Harga BBM……………………………………………….............................…...6
Pengguna
BBM : Rakyat Miskin vs. Kelas Menengah………………………................................…...7
Kenaikan
Harga BBM tidak Sebabkan Penghematan BBM ……………...............................………..9
BAB
III PENUTUP………………………………………………………..............................……..13
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………..............................…………...14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Haruskah BBM naik? Ini dia alasan Kenapa
BBM harus naik dan alasan yang logis dan tidak memungkinkan lagi jika tidak di
naikan. Pemerintah bukan tidak menuruti permintaan rakyat untuk tidak menaikan
BBM, Namun kenaikan BBM tetap saja di haruskan jika Pemerintahan Indonesia ini
akan berjalan lebih baik dari saat ini.
Partai Demokrat kembali menyatakan
dukungannya terhadap rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi. Kenaikan harga BBM bersubsidi dipandang sebagai suatu hal
yang tak terhindarkan, menyusul meroketnya harga minyak mentah dunia.
Berikut alasan mengapa BBM harus
naik.Bahwa harganya dengan Rp 4.500 per liter melihat perkembangan terakhir di
mana harga solar keekonomian sudah Rp 9.390 per liter pada bulan Maret,
kemudian pertamax Rp 9.200 per liter, dan premium keekonomian Rp 9.018 per
liter.
Jika selisih tersebut semakin menaik
maka harga tersebut akan membuat negara ini menjadi lebih terpuruk lagi dan
harus menambahkan budget untuk memberikan Subsidi lebih lagi untuk rakyat.
Jika kondisi harga keekonomian telah
melambung, selisihnya pun semakin besar dengan harga yang berlaku saat ini.
Misalnya saja, kata Bambang, harga premium keekonomian yang telah dua kali
lipat dari harga sekarang. Ini berarti besaran subsidi per liternya mencapai
lebih dari Rp 4.500..Bahkan, kalau kita melihat dua bulan pertama tahun ini,
deviasi harga ICP dibandingkan asumsi yang kita pasang di APBN 2012 sudah
mencapai 32,3 persen. Demikian juga lifting yang berada di bawah sasaran.
Dengan kondisi-kondisi itu, pemerintah
merasa penting mengeluarkan kebijakan terkait harga BBM. Bambang mengatakan,
harga BBM ini menjadi jangkar untuk menyelamatkan APBN tahun ini dan juga
menyehatkan APBN ke depannya. Jika harga BBM tidak disesuaikan, defisit APBN
bisa mencapai 3,6 persen.Tentunya ada constraint dari UU Keuangan Negara yang
menyatakan bahwa defisit tidak boleh lebih dari 3 persen.
Harga BBM, lanjut dia, akan menjadi
kunci penting untuk mendorong diversifikasi energi dari BBM ke sumber energi
lain. Untuk itu, harga BBM pun harus lebih mahal dari harga energi lainnya,
seperti bahan bakar gas, supaya masyarakat bisa menggunakan energi selain BBM.
Kebijakan menaikkan harga BBM adalah
bagian dari upaya redistribusi pendapatan. Dikatakannya, jika dilihat dari
besar rupiah, subsidi BBM cenderung dinikmati oleh kelompok masyarakat menengah
ke atas yang seharusnya tidak menikmati subsidi tersebut.Sebagai bagian dari
kebijakan harga BBM tersebut, penghematan yang bisa dihasilkan dari pengurangan
subsidi BBM bisa dipakai untuk meng-upgrade atau memperbaiki infrastruktur.
B. Tujuan
Mengetahui mengapa dapat terjadi
kenaikan BBM ,apa alasan serta masalah apa saja yang akan terjadi dari dampak
kenaikan BBM.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemerintah tampaknya sudah bulat akan menaikkan harga BBM
bersubsidi. Ini terlihat dari pernyataan Presiden SBY saat membuka sidang
kabinet di Jakarta tanggal 22 Februari lalu. "Saya sudah ambil
keputusan...harga BBM mau tidak mau mesti disesuaikan dengan kenaikan yang
tepat," ungkap SBY seperti dikutip oleh Antaranews.com (22/2).
Sampai saat ini, jumlah kenaikannya belum bisa dipastikan. Namun, dalam
Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR pada 28 Februari, pemerintah mengusulkan dua
opsi kenaikan BBM bersubsidi. Opsi pertama adalah menaikkan harga eceran
premium dan solar sebesar Rp1500 per liter, sementara opsi kedua memberikan
subsidi tetap sebesar Rp2000 per liter untuk premium dan solar.
Pemerintah
dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter. Total subsidi energi
menjadi Rp 225 triliun. Jumlah ini terdiri dari subsidi BBM Rp 137 triliun,
subsidi listrik Rp 65 triliun dan cadangan risiko energi Rp 23 triliun.
Pembahasan anggaran perubahan dengan agenda utama
kenaikan harga BBM, dalam rapat Badan Anggaran DPR. Hampir setiap angka yang
disampaikan pemerintah mendapat persetujuan dari anggota fraksi pendukung
pemerintah; Fraksi Demokrat, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Kedua opsi memang memiliki konsekuensi yang berbeda. Kalau di opsi pertama,
harga eceran akan tetap, sementara besaran subsidi akan naik turun sesuai
dengan gap antara harga eceran dengan harga minyak dunia yang
fluktuatif. Di opsi kedua, besaran subsidi akan tetap, sementara harga eceran
yang akan naik turun sesuai dengan harga minyak dunia yang fluktuatif. Tapi, pada
dasarnya, kedua opsi tetap sama, yaitu sama-sama akan menyusahkan kita sebagai
rakyat.
Apa alasan pemerintah menaikkan harga BBM? Sama seperti alasan kenaikan
sebelumnya di tahun 2008, bahwa harga minyak dunia naik, sehingga menekan
anggaran untuk subsidi BBM. Jadi, untuk menyelamatkan anggaran, pemerintah
harus mengurangi subsidi BBM. Pertanyaannya, apa gunanya anggaran terselamatkan
kalau kita sebagai rakyat sengsara?
Dampak Kenaikan Harga BBM
Sudah bisa dipastikan, kenaikan BBM akan merugikan
masyarakat. Pengguna BBM seperti pengendara motor dan mobil akan langsung
merasakannya. Transportasi umum juga sudah pasti akan menaikkan ongkos jasanya,
sehingga pengguna transportasi umum juga akan segera merasakan dampaknya. Lalu,
para pengguna transportasi umum kemungkinan akan beralih ke sepeda motor untuk
berhemat, sehingga kenaikan harga BBM pun akan membunuh transportasi umum. Semuanya akan
kejepit.
Tapi tidak hanya sektor transportasi yang akan terkena dampaknya. Dalam
Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2012 Tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen
Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu, disebutkan beberapa kategori pengguna BBM
bersubsidi selain transportasi. Mereka adalah usaha perikanan yang terdiri dari
nelayan dan pembudi daya ikan skala kecil; usaha pertanian kecil dengan luas
maksimal 2 hektar; usaha mikro; dan pelayanan umum seperti krematorium. Semua
pengguna ini akan terkena dampak kenaikan harga BBM.
Logikanya mirip dengan dampak di sektor transportasi. Kita ambil
contoh petani kecil tanaman pangan. Harga tanaman pangan para petani ini akan
naik, karena ongkos produksi untuk memproduksi tanaman pangannya akan naik
akibat kenaikan harga BBM. Artinya, para pembeli tanaman pangan
para petani ini akan terkena dampaknya. Lalu, dengan lumayan banyaknya tanaman
pangan impor, ada kemungkinan para pembeli tanaman pangan si petani akan
beralih ke tanaman pangan impor. Akibatnya, kenaikan harga BBM pun akan
membunuh usaha pertanian si petani kecil.
Kenaikan BBM memang cenderung akan menaikkan harga barang-barang lain atau
inflasi. Para ahli pun sudah memprediksinya, meski dengan angka yang beragam.
Pengamat ekonomi Aviliani, misalnya, menyatakan bahwa kenaikan harga BBM akan
mengakibatkan tingkat inflasi nasional tahun ini menjadi 6,5%. "Apabila
kenaikan BBM berkisar Rp1.500 sampai Rp2.000 kemungkinan inflasi akan bertambah
sekitar 1 hingga 2 persen sehingga inflasi nasional akan naik menjadi sekitar
6,5%," ungkap Aviliani seperti dikutip Antaranews.com (25/2).
Meski demikian, pemerintah dan para ideolognya (ekonom neoliberal)
menyatakan yang sebaliknya. Mereka menyatakan bahwa kenaikan harga BBM tidak
akan berdampak ke masyarakat banyak. Kemudian, berangkat dari problematika
konsumsi BBM, mereka juga menyatakan bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak
positif pada penghematan konsumsi BBM. Mari kita periksa argumentasi mereka
ini.
Pengguna BBM: Rakyat Miskin vs. Kelas
Menengah
Para pendukung kenaikan harga BBM bersubsidi menyatakan
bahwa kenaikan harga BBM tidak akan berdampak banyak pada rakyat miskin, karena
konsumsi BBM rakyat miskin itu kecil. Sebaliknya, beban terbesar kenaikan harga
BBM ada pada kelas menengah ke atas, karena mereka lah yang mengkonsumsi bagian
terbesar dari BBM bersubsidi melalui mobil pribadi mereka. Argumen ini
bukan hanya diajukan sekarang, tapi juga pada kenaikan harga BBM yang lalu.
Dengan asumsi bahwa pengguna terbesar BBM bersubsidi adalah sektor
transportasi, mari kita lihat data jumlah kendaraan bermotor di Indonesia
menurut jenisnya:
Tabel 1
Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan (unit),
2008-2010
Jenis
Kendaraan
|
2008
|
2009
|
2010*)
|
|||
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
|
7.695.500
|
12,39
|
8.111.508
|
12,04
|
8.828.114
|
11,45
|
|
Bus
|
2.138.439
|
3,44
|
2.238.790
|
3,32
|
2.351.297
|
3,05
|
Truk
|
4.569.519
|
7,36
|
4.610.400
|
6,84
|
4.818.280
|
6,25
|
Sepeda
Motor
|
47.683.681
|
76,80
|
52.433.132
|
77,80
|
61.133.032
|
79,26
|
Total
|
62.087.139
|
100,00
|
67.393.139
|
100,00
|
77.130.723
|
100,00
|
*) Angka sementara
Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2011
Dari data
di atas, kita bisa lihat bahwa jumlah kendaraan bermotor yang terbanyak adalah
sepeda motor dengan persentase rata-rata sekitar 77,95% dari seluruh kendaraan
bermotor yang ada di Indonesia. Sementara, mobil penumpang, meski menempati
urutan yang kedua, tapi jumlahnya jauh di bawah sepeda motor. Persentase
rata-rata mobil penumpang dari keseluruhan kendaraan bermotor di Indonesia
hanya sekitar 11,96%. Data di atas memang hanya sampai tahun 2010, tapi karena
ada pola yang mirip selama 2008-2010, kita bisa berasumsi bahwa pola serupa pun
terjadi sampai tahun 2012.
Tanpa pengolahan data lebih lanjut saja, kita sudah bisa mencurigai
pendapat para pendukung kenaikan harga BBM bahwa konsumsi BBM kelas menengah ke
atas lebih besar dari konsumsi BBM rakyat miskin. Pasalnya, jumlah kendaraan
bermotor yang terbanyak adalah sepeda motor dan sepeda motor itu banyak
digunakan oleh rakyat miskin. Tapi baiklah, kita memang tidak bisa
mengasumsikan bahwa semua pemilik sepeda motor itu rakyat miskin, karena ada juga
kelas menengah ke atas yang memiliki sepeda motor.
Karena keterbatasan data, kita asumsikan saja bahwa semua pemilik mobil itu
adalah kelas menengah ke atas. Dan bahwa 1 mobil dimiliki oleh 1 orang kelas
menengah ke atas. Kemudian, tiap kelas menengah ke atas pemilik mobil juga
memiliki 1 sepeda motor. Dengan demikian, di tahun 2010, kita dapati jumlah
sepeda motor rakyat miskin adalah 61.133.032 - 8.828.114 = 52.304.918 sepeda
motor. Kalau kita asumsikan bahwa 1 rakyat miskin memiliki 1 sepeda motor, maka
kita dapati jumlah sepeda motor rakyat miskin itu sama dengan jumlah
pemiliknya.
Sekarang, dengan mengasumsikan bahwa semua kelas menengah ke atas yang
memiliki mobil serta semua rakyat miskin yang memiliki sepeda motor adalah
pengguna aktif BBM, maka kita dapati jumlah pengguna BBM dari kelas menengah ke
atas adalah 8.828.114 orang, sementara pengguna BBM dari rakyat miskin adalah
52.304.918 orang. Dengan kata lain, jumlah rakyat miskin yang menggunakan
BBM jauh lebih banyak dari jumlah kelas menengah ke atas yang menggunakan BBM.
Memang betul bahwa jumlah rakyat miskin pengguna BBM yang lebih banyak dari
jumlah kelas menengah ke atas pengguna BBM bukan berarti konsumsi BBM rakyat
miskin itu secara otomatis lebih besar dari konsumsi BBM kelas menengah ke
atas. 1 orang pengguna mobil yang menghabiskan 40 liter bensin seminggu akan
lebih besar konsumsi BBM-nya daripada 3 orang pengguna sepeda motor yang per
orangnya menghabiskan 10 liter bensin seminggu (30 liter untuk 3 orang). Tapi,
perbandingan jumlah pengguna BBM yang kelas menengah ke atas dengan rakyat
miskin itu tidak kecil. Mungkinkah 8.828.114 orang pengguna mobil konsumsi
BBM-nya lebih besar dari 52.304.918 orang pengguna sepeda motor?
Kenaikan Harga BBM Tidak Sebabkan
Penghematan BBM
Sekarang, mari kita ke argumen kedua dari para pendukung
kenaikan BBM, yaitu bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak pada penghematan
BBM. Argumen ini, misalnya, terlihat dalam tulisan Anggito Abimanyu,
"Kenaikan Harga BBM", yang diterbitkan di Kompas.com, 1 Maret
2012. Menurutnya, "Berbeda dengan tahun 2005 dan 2008, kenaikan harga
subsidi saat ini tidak hanya disebabkan oleh kenaikan harga dunia, tetapi juga
oleh melonjaknya konsumsi BBM bersubsidi."
Ia kemudian melanjutkan, "sudah banyak studi yang membuktikan bahwa
kenaikan harga BBM akan diikuti dengan penurunan konsumsi BBM." Begitu
pula, ketika membahas pengalaman kenaikan harga BBM tahun 2005, ia menyatakan
"Dengan kenaikan harga BMM juga terjadi penghematan konsumsi BBM,"
meski tanpa menampilkan data apapun mengenai hal itu. Intinya, logika Anggito
adalah demikian, bahwa kenaikan harga BBM akan menyelesaikan problem pemborosan
BBM yang menjadi salah satu penyebab kenaikan subsidi BBM yang konon menjepit
anggaran pemerintah.
Pertanyaannya, betulkah kenaikan harga BBM akan mendisiplinkan pemborosan
BBM? Mari kita lihat data-data dalam Tabel 2 tentang konsumsi BBM bersubsidi di
Indonesia 2005-2010. Di sini, yang saya masukkan sebagai BBM bersubsidi
hanyalah mogas (motor gasoline atau bensin), solar dan minyak tanah,
karena ketiga jenis BBM itulah yang sering disebutkan dalam berbagai peraturan
negara tentang penetapan harga eceran BBM (subsidi). Begitu pula, di sini
diasumsikan bahwa jumlah total dari ketiga jenis BBM ini disubsidi.
Tabel
2
Konsumsi
BBM Bersubsidi di Indonesia 2005-2010 (Barel)
Tahun
|
Mogas
|
Solar
|
Minyak
Tanah
|
BBM Bersubsidi
|
Jumlah Penduduk
|
BBM Bersubsidi
Per Kepala
|
2005
|
101.867.000
|
175.518.000
|
67.395.000
|
344.780.000
|
227.303.175
|
1,52
|
2006
|
99.458.000
|
164.656.000
|
59.412.000
|
323.526.000
|
229.918.547
|
1,41
|
2007
|
105.940.000
|
166.448.000
|
58.672.000
|
331.060.000
|
232.461.746
|
1,42
|
2008
|
114.796.000
|
175.148.000
|
46.836.000
|
336.780.000
|
234.951.154
|
1,43
|
2009
|
129.255.000
|
173.134.000
|
28.332.000
|
330.721.000
|
237.414.495
|
1,39
|
2010
|
148.575.000
|
174.669.000
|
18.093.000
|
341.337.000
|
239.870.937
|
1,42
|
Sumber: diolah dari data Kementrian ESDM dan Bank Dunia.
Tahun 2008 adalah tahun di mana rezim SBY menaikkan harga BBM. Pada bulan
Mei 2008, pemerintah menaikkan harga minyak tanah dari Rp2.000 menjadi Rp2.500,
harga premium dinaikkan dari Rp4.500 menjadi Rp6.000, dan harga minyak solar
dinaikkan dari Rp4.300 menjadi Rp5.500. Tapi dari data di Tabel 2, kita lihat,
tidak ada perbedaan yang signifikan dalam konsumsi BBM bersubsidi antara tahun
2008 dengan tahun-tahun lainnya. Bahkan konsumsi mogas dan solar di
tahun 2008 lebih besar daripada tahun 2006 dan 2007. Padahal pada tahun 2006
dan 2007, harga premium masih Rp4.500, dan harga minyak solar masih Rp4.300.
Harus diakui bahwa konsumsi BBM Indonesia memang problematik. Konsumsi BBM
kita sudah melebihi produksi BBM dalam negeri, sehingga untuk menutup gap
antara konsumsi dan produksi, kita harus mengimpor BBM dari luar. Kita bisa
lihat ini dalam data-data dalam Tabel 3 mengenai produksi, konsumsi dan impor
BBM Indonesia. Artinya, kita memang perlu mendisiplinkan konsumsi BBM
Indonesia. Celakanya, pemerintah mengajukan solusi yang keliru. Kenaikan harga
BBM bukan hanya tidak mengurangi konsumsi BBM, tapi juga menyengsarakan kita
sebagai rakyat. Dengan kata lain, kenaikan harga BBM, sudah tidak menyelesaikan
masalah, menimbulkan malapetaka pula.
Tabel 3
Produksi, Konsumsi dan Impor BBM Indonesia 2005-2010
(Ribu Barel)
Tahun
|
Produksi BBM
|
Konsumsi BBM
|
Impor BBM
|
2005
|
268.529
|
397.802
|
164.842
|
2006
|
257.821
|
374.691
|
131.765
|
2007
|
244.396
|
383.453
|
149.479
|
2008
|
251.531
|
388.107
|
153.105
|
2009
|
246.289
|
379.142
|
137.817
|
2010
|
241.156
|
388.241
|
146.997
|
Sumber: diolah dari data Kementrian ESDM.
Saat ini hanya sedikit
negara yang masih memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) kepada rakyatnya.
Dengan subsidi itulah, harga BBM masih bisa murah di tengah lonjakan harga
minyak dunia. VP Komunikasi PT Pertamina Mochamad Harun mengatakan, saat ini
dengan harga BBM Rp 4.500 per liter, Indonesia masuk dalam jajaran negara yang
harga BBM-nya termurah di dunia.
’’Indonesia ada di urutan ke tujuh,’’ ujarnya di Jakarta
Senin (19/3).
Menurut Harun, negara yang masih memberikan subsidi besar sehingga harga BBM-nya bisa sangat murah adalah negara-negara penghasil minyak yang melimpah. ’’Hanya Indonesia negara net importer yang masih memberikan subsidi besar untuk BBM,’’ tuturnya.
Menurut Harun, negara yang masih memberikan subsidi besar sehingga harga BBM-nya bisa sangat murah adalah negara-negara penghasil minyak yang melimpah. ’’Hanya Indonesia negara net importer yang masih memberikan subsidi besar untuk BBM,’’ tuturnya.
Indonesia masuk golongan negara net importer karena
konsumsi BBM-nya lebih tinggi daripada produksi minyaknya. Akibatnya, Indonesia
harus mengimpor minyak atau BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebagai
gambaran, dengan tingkat produksi minyak 900 ribu barel per hari, kebutuhan
minyak/BBM Indonesia 1,3 juta per hari. Dengan begitu, setiap hari Indonesia
harus mengimpor 400 ribu barel minyak/BBM.
Harun menyebut, negara-negara dengan harga BBM termurah adalah Venezuela, Iran, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab dan Indonesia. Produksi minyak negara lain itu jauh lebih besar daripada Indonesia. Jumlah penduduknya pun lebih sedikit daripada Indonesia. Jadi, sangat pantas jika mereka memberikan subsidi untuk BBM murah,
Laporan sedikit berbeda disampaikan perusahaan
asuransi asal Inggris, Staveley Head, yang dirilis akhir 2011. Dalam surveinya,
Staveley Head menyebutkan daftar 10 negara dengan harga BBM termurah di dunia.
Perbedaan data itu bisa terjadi karena harga BBM naik turun sesuai dengan nilai
mata uang (kurs) di masing-masing negara. Dalam laporan Staveley Head,
Indonesia tidak masuk dalam daftar.
Sementara itu, berbeda dengan pengusaha-pengusaha
lain yang menuntut kompensasi atas rencana kenaikan harga BBM bersubsidi,
asosiasi pengusaha kapal yang tergabung dalam INSA justru sebaliknya. Mereka
meminta kapal niaga diwajibkan membeli BBM nonsubsidi. ”Meski menurut Perpres
Nomor 15/2012 kapal niaga masih mendapatkan BBM bersubsidi agar anggaran negara
tidak defisit, kami meminta angkutan niaga diwajibkan memakai BBM nonsubsidi
daripada diberi subsidi malah salah sasaran,” ujar Ketua Umum INSA Carmelita
Hartoto Senin (19/3). Dia mengaku, penyaluran BBM bersubsidi selama ini tidak
banyak dinikmati kapal niaga.
Akhir Januari lalu, INSA telah mengirim surat kepada
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendukung agar subsidi
BBM dihapus. Meski porsi biaya BBM terhadap total biaya operasional kapal bisa
40 persen.
BAB III
PENUTUP
Seperti yang dipaparkan di atas, kenaikan harga BBM hanya
akan menyengsarakan kita sebagai rakyat. Meski demikian, ada kompleksitas
tersendiri dari isu BBM ini. Misalnya, ada problem konsumsi BBM yang sudah
melebihi produksi dalam negeri, sehingga mensyaratkan adanya impor untuk
menutup gap antara konsumsi dan produksi BBM di Indonesia. Artinya,
penolakan terhadap kenaikan harga BBM juga harus dibarengi dengan
tuntutan-tuntutan lain yang memberikan solusi atas berbagai problem yang
terkait dengan BBM. Sebagai contoh, dengan asumsi bahwa pemborosan BBM
disebabkan oleh mobil pribadi, maka untuk menyelesaikan masalah pemborosan BBM,
kita bisa mengajukan tuntutan kenaikan pajak mobil pribadi.
Selain itu, kenaikan harga BBM sekarang
ini juga merupakan momen yang tepat untuk mempersoalkan kembali sepak terjang
swasta, terutama swasta asing, dalam sektor minyak Indonesia. Tidak sulit untuk
membayangkan siapa sebenarnya yang diuntungkan oleh kenaikan harga BBM ini.
Kalau harga BBM sudah seragam, sesuai dengan harga pasar, tidak ada lagi BBM
bersubsidi dan non-subsidi, maka yang langsung mendapat keuntungannya adalah
pengecer minyak asing, seperti Shell, yang selama ini bersaing dengan Pertamina
sebagai penyalur BBM bersubsidi. Semua ini tentu masih memerlukan pendiskusian
lebih lanjut. Yang perlu disadari adalah bahwa sekalipun kita harus menolak
kenaikan harga BBM, tapi hanya menolak saja sekarang ini sudah tidak cukup,
kita juga harus mengajukan solusi alternatif.
DAFTAR PUSTAKA
-
http://lembagainformasiperburuhansedane.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar