SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
Secara
teknis beberapa kelemahan yang masih dihadapi oleh sebagian organisasi pemerintah
daerah ialah :
a. Belum adanya dokumentasi mengenai bagan arus
ringkasan (summaryflow chart) yang memperlihatkan aliran/arus data
sejak data mentah sampai dengan informasi tercetak. Persoalan ini kelihatannya
sederhana, tetapi terkadang bisa menyulitkan pihak manajer dalarn mengawasi
arus informasi yang terdapat dalam organisasi yang dipimpinnya.
b. Lemahnya Data
Management Systems. Ini terbukti dari belurn adanya standar operasi yang
baku, munculnya ekses overflow reporting, redundancy yang tidak efisien
dan sebagainya.
c . Prosedur untuk melihat data secara insidental
masih terlalu lama. ini barangkali disebabkan karena banyak Kantor PDE yang
tidak menggunakan sistem database relasional yang lebih efisien sehingga direct
access sulit dilakukan.
d . Tata‑ruang perkantoran masih kurang memadai.
Ruang untuk kegiatan‑kegiatan ketatausahaan (tulis‑menulis), operasi komputer,
atau penyortiran data masih bercampur‑baur sehingga pekerjaan menjadi kurang
sistematis.
e . Untuk perawatan mesin atau perangkat keras,
organisasi masih menggantungkan diri kepada pihak pemasok dengan sistem kontrak
per tahun. Akibatnya kalau ada kerusakan‑kerusakan teknis, sekalipun sangat
sederhana, tidak bisa segera diatasi sendiri oleh para pegawai. Kelemahan
seperti ini masih umum dihadapi oleh organisasi‑organisasi pemerintah di
daerah.
Pada
kedua organisasi objek penelitian, koreksi data merupakan masalah pelik. Untuk
pencatatan mutasi pegawai, misalnya, para pegawai masih sering keliru. memasukkan
nama atau status, menuliskan NIP dua kali, dan sebagainya. Andaikata data yang
keliru. itu tetap diolah maka output‑nya pun akan berubah, dan ini justru dapat
menyebabkan kekacauan operasional. Dengan demikian masalah‑masalah pemasukan
data ini timbul karena:
1. Kurangnya
pengertian dan kesadaran dari pihak konsumen sebagai pengisi data. Persoalan
ini cukup vital bagi organisasi‑organisasi pernerintah pada umumnya karena
memang belum tertanamnya pola berpikir yang baik mengenai penggunaan komputer.
Banyak pengisi data yang tidak sadar bahwa data yang akan dimasukkan ke dalam
komputer harus memiliki format dan prosedur yang pasti untuk menghindari
kesalahan pengisian data.
2. Belum
meluasnya computerized minded di antara para pemakai data maupun para
pengelola data sendiri di dalam organisasi‑organisasi pernerintah. Sebagai
contoh, untuk pengolahan data KTP masih banyak orang yang meragukan kernampuan
komputer karena setelah adanya komputerisasi proses untuk mendapatkan KTP yang
tadinya perlu dua minggu justru bertambah panjang menjadi satu bulan atau
lebih. Akibatnya banyak orang yang tidak peTcaya lagi pada komputerisasi.
Sesungguhnya kejadian seperti ini bukan karena komputernya yang salah tetapi
karena proses pengolahan data atau penerapan komputerisasinya. Banyak
komputerisasi KTP yang sekadar 'menggunakan' komputer, tetapi tidak
memaksimalkan pemakaian komputer itu. Data untuk KTP sekadar dimasukkan di komputer,
dicetak denpff printer, dan selanjutnya dari print‑out tersebut data
diketikkan‑fagi ke blanko KT? dengan mesin ketik manual. Kebanyakan proses
pencetakan KTP di daerah tidak memanfaatkan database dalam komputer dan
mencetak dengan blanko continuous. Proses seperti ini jelas justru
merupakan pemborosan dan mengakibatkan inefisiensi penggunaan sumberdaya
organisasi.
- Lemahnya
sistern informasi di dalam organisasi pengolah data keputusan berdasarkan
tatanan kewenangan dari pernbuat keputusan pada jenjang‑jenjang
organisasi kenegaraan. Sebelum membahas tatanan kewenangan dan
stratifikasi pengambilan keputusan dalam kerangka manajemen nasional,
terlebih dahulu perm dibahas bagaimana cara memandang SIMNAS sebagai
sebuah sistern dan arus informasi (information flow) di bidang
administrasi pernerintahan pada tingkat nasional maupun regional.
Sebagai sebuah sistem, SIMNAS pada
dasamya dapat dilihat juga dari unsur‑unsur pokok penunjangnya, yaitu input,
proses (conversion / throughput) dan output‑nya. Batas‑batas (boundaries)
dari SIMNAS tentu saja adalah negara Indonesia yang berakar pada rasa
kebangsaan dan keterikatan pada satu tanahair. Sebagai negara yang berdaulat,
negara memiliki perangkat administrasi negara yang bertugas menjalankan tertib
pernerintahan dan melaksanakan tugastugas pernbanguman sesuai cita‑cita
seluruh rakyatnya. Keseluruhan perangkat adrr~inistrasi negara inilah yang
menjadi penunjang pokok terbentuknya SIMNAS, baik input, proses maupun output‑nya.
A. Input/Masukan
Sistern
Informasi Manajemen Nasional hendaknya mampu menyediakan data dan informasi
yang menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia pada urnumnya.
Karena lingkup wilayah Indonesia relatif besar sedangkan aspek‑aspek kehidupan
masyarakat yang harus terjangkau oleh sistern informasi itu dernikian luas,
penyusunan Sistern Informasi Manajemen Nasional di Indonesia memang mengemban
tugas yang banyak dan sekaligus berat. Menurut ketentuan, aspek‑aspek
kehidupan nasional yang harus tersaji di dalam Sistem Informasi Manajemen
Nasional tercakup dalam konsep ASTAGATRA. Data maupun informasi yang terdapat
di dalam konsep ASTAGATRA adalah sebagai berikut :
1. Kependudukan,
misalnya menyangkut pertumbuhan, persebaran dan kualitas maupun struktur umur
penduduk.
2. Sumber
daya alam, meliputi jenis‑jenis sumber daya alarn potensial, jumlah,
distribusi, dan situasi terakhir di lokasi‑lokasi sumber daya alam tersebut.
- Geografis,
antara lain menyangkut pernetaan, tata guna tanah, dan potensi lahan‑lahan
kosong yang belum dimanfaatkan secara optimal.
4. Ideologi
dan politik, pada urnumnya terkait dengan data dan informasi tentang kependudukan,
karakter penduduk dan kondisi sosial kemasyarakatan.
5. Ekonomi,
menyangkut sektor‑sektor yang potensial dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan masyarakat seperti sektor industri, keuangan,
perdagangan, pariwisata, dan lainlainnya.
6.
Sosial‑budaya, antara lain meliputi data
dan informasi mengenai pendidikan, kebudayaan, dan struktur kemasyarakatan.
7. Pertahanan
dan keamanan.
8. Situasi
internasional atau situasi global yang berpengaruh terhadap proses pernbangunan
dan situasi masyarakat di Indonesia.
Selanjutnya
segenap aparatur negara, harus mampu mene~emahkan data dan informasi di atas
ke dalam kegiatan administrasi pemerintahan melalui birokrasi yang efektif dan
efisien. Menurut Siagian (1984: 53), data dan informasi di bidang pemerintahan
itu dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a) Informasi
untuk perencanaan
b) Informasi
untuk penimusan kebijakan
c) Informasi untuk
penentuan program keda
d) Informasi
untuk penentuan proyek
e) Informasi untuk pemanfaatan teknologi.
B. Throughput /
Proses
Proses pengolahan informasi di dalam
kerangka SIMNAS dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses sosial‑politis dan
proses teknis.
Proses yang
bersifat sosial‑politis adalah hasil dari kesepakatan antara kekuatan‑kekuatan
sosial‑politik masyarakat dan aparatur pernerintah mengenai hal‑hal yang
menyangkut kepentingan masyarakat, bangsa, negara, dan tanah air. Sedangkan
proses yang bersifat teknis adalah proses masukan yang berdasarkan pada
metodologi penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan, terutarna yang
dilakukan oleh aparat pernerintah. Jadi proses politik bertujuan untuk
menampung dan menyalurkan aspirasi atau kepentingan masyarakat, selanjutnya
tata politik menerjernahkannya ke dalarn tata administrasi negara dan
berikutnya tugas‑tugas pernbangunan dilaksanakan melalui aparatur pemerintahan.
Secara urnum proses pengolahan informasi untuk
menunjang keputusan di dalarn SIMNAS mernerlukan perangkat keputusan yang dapat
diklasifikasikan dalarn lingkup sebagai berikut:
a. Nasional,
berisi penelaahan kepentingan nasional secara terpadu dan menyeluruh
b. Departmental,
berisi penelaahan dari segi salah satu bidang utarna kehidupan nasional
tertentu
c. Sektoral,
berisi penelaahan dari segi salah satu sektor tertentu dalarn suatu bidang
utarna
d. Regional/wilayah,
berisi penelaahan dan kepentingan suatu wilayah/daerah tertentu dalarn
lingkungan Negara Republik Indonesia.
Kesemua
perangkat keputusan ini berproses melalui serangkaian tahapan yang secara
singkat dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Proses
pengenalan aspirasi rakyat, seleksi kepernimpinan atau identifikasi tujuan dari
warga negara (citizen) atau warga pernilih (constituency).
b) Proses
pengambilan keputusan berkewenangan. Ini dapat diperoleh dazi telaah strategis
melalui penyusunan rumusan‑rumusan kebijakan yang telah ada seperti Repelita,
GBHN, penyusunan APBN, dan sebagainya.
c) Proses
pengendalian yang mernerlukan infonnasi lengkap hasil perencanaan, keadaan
lingkungan dan perubahan‑perubahan yang teiah terjadi.
d) Proses
penilaian, mernerlukan informasi perencanaan, pelaksanaan dan pernantauan
dampak dari pelaksanaan kebi akan tertentu.
c. Output/Keluaran
Bentuk
keluaran yang pokok dari SIMNAS adalah kebijakankebijakan atau keputusan yang
terkait dengan tugas‑tugas rutin maupun tugas pembangunan dari aparatur
administrasi pemerintahan. Sesuai dengan rumusan teoretis kebijakan‑kebijakan
itu dapat dilihat tingkatantingkatannya, yaitu:
a) Kebijakan Strategis, biasanya dibuat untuk
jangka panjang (10‑20 tahun) atau jangka menengah (3‑5 tahun). Kebijakan
strategis inilah yang merupakan keluaran dari manajemen tingkat puncak. Dalam kerangka
SIMNAS, kebijakan strategis ini ditetapkan oleh MPR dan mandatarisnya yaitu
Presiden.
b) Kebijakan
Manajerial, meliputi kebijakan tingkat umum dan kebijakan khusus. Dilaksanakan
oleh Presiden clan para Menteri Negara. c) Kebijakan Teknis Operasional,
meliputi tingkat kebijakan teknis, kewilayahan dan tatalaksana operasional.
Masing‑masing dapat dilakukan oleh para Direktur Jenderal, Gubemur, Bupati ,
dan sebagainya.
Kembali ke pembahasan utama, sistem
manajemen atau tatalaksana pemerintahan berclasarkan Tatanan Pengambilan
Keputusan Berkewenangan mensyaratkan bahwa pengambilan keputusan dilakukan dengan
otorisasi yang berjenjang. Ini digariskan dengan pertimbangan
bahwa
keputusan‑keputusan yang menyangkut kepentingan public sangatlah vital clan
dapat mengandung konsekuensi‑konsekuensi strategis bagi kelangsungan hidup
bangsa dan negara. Pertanggung jawaban terhadap pengambilan keputusan publik
pada tataran puncak
berlangsung
diantara lembaga‑lembaga tinggi (DPR, Bepeka, Presiden, DPA, MA) clan lembaga
tertinggi negara (MPR). Pembahasan tentang sistem pertanggungjawaban politis
dalam tataran puncak ini sudah berada di luar lingkup topik buku ini sehingga
tidak akan dibahas lebih lanjut. Kemudian pada tataran yang lebih rendah sistem
pemerintahan presidensial menetapkan bahwa para menteri langsung
bertanggungjawab kepada presiden. Menteri yang membawahi departemen‑departemen
yang bertugas melaksanakan tugas pernbangunan pada sektor tertentu
diperlengkapi dengan satuan‑satuan administratif Sesuai dengan prinsip‑prinsip
administrasi secara urnum, di dalarn sistem administrasi negara Indonesia tugas‑tugas
manajemen pernerintahan dalarn pelaksanaannya terdiri dari unsur‑unsur
pimpinan, unsur pernbantu atau penunjang, unsur pelaksana, dan unsur
pengawasan. Unsur pimpinan adalah Menteri, unsur pernbantu adalah Sekretariat
Jenderal, unsure pelaksana adalah Direktorat Jenderal, dan unsur pengawasan
adalah Inspektorat Jenderal. Jenj ang pengambilan keputusan di bawahnya juga.
Isi komennya memuat:
BalasHapusTerimakasih kakak atas artikel nya, terus tulis artikel lainnya ya kak. O iya, perkenalkan nama saya Gita Safitri dari kampus ISB Atma Luhur
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus