POLA ANGGARAN DAERAH LAMA
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak
digunakan di negara berkembang dewasa
ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas
pendekatan incrementalism dan struktur
dan susunan anggaran yang bersifat line-item. Ciri lain yang melekat pada
pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: cenderung sentralistis;
bersifat spesifikasi; tahunan; dan menggunakan prinsip anggaran bruto. Struktur
anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan
besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran
tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana
kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka
satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah
tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak
adanya perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan
efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran
tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini,
seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang
pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya
kurang penting untuk dilaksanakan.
Dilihat dari
berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa
kelemahan, antara Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran
tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang.
Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak
pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya. Lebih berorientasi pada input
daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional tidak dapat
dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumber daya, atau
memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis
dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai. Sekat-sekat antar departemen yang
kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai. Keadaan tersebut
berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar
departemen.
Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran
modal/investasi. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan
tersebut sebenarnya terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal
tersebut dapat mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan
kolusi).
Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang
tidak memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya
adalah munculnya budget padding atau budgetary slack. Persetujuan anggaran yang
terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk pengeluaran
yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan manipulasi
anggaran.
Ø Prosedur Penyusunan
anggaran
Siklus
penyusunan APBN dimulai dari penentuan kerangka ekonomi makrodan pokok-pokok
kebijakan fiscal oleh pemerintah. Dokumen ini disampaikan kepadaDPR untuk
dibahas sebagai pembicaraan pendahuluan penyusunan rancangan APBN. Sedangkan
ditingkat daerah, Pemda menyususn KUA ( Kebujakan Umum APBD) sejalan dengan
RKPD. KUA disampaikan kepada DPRD untuk dibahas sebagai pembicaraan pendahuluan
rancangan APBD. Kebijakan ini merupakan awal reformasi system penganggaran
secara nasional.
Setelah ada
kepakatan antara pemerintah dengan DPR atau pemerintah daerah dengan DPRD pada
pembicaraan pendahuluan, pemerintah bersama wakil rakyat menyusun kebijakan
umum dan prioritas anggaran sebagai dasar bagi setiap unit kerja untuk menyusun
RKA (Rencana Kerja dan Anggaran).
NEW
PUBLIC MANAGEMENT
New Public Management (NPM) merupakan
sistem manajemen administrasi public yang paling aktual di seluruh dunia dan
sedang direalisasikan di hampir seluruh negara industri. Sistem ini
dikembangkan di wilayah anglo Amerika sejak paruh kedua tahun 80-an dan telah
mencapai status sangat tinggi khususnya di Selandia Baru. Perusahaan-perusahaan
umum diprivatisasi, pasar tenaga kerja umum dan swasta dideregulasi, dan
dilakukan pemisahan yang jelas antara penetapan strategis wewenang negara oleh
lembaga-lembaga politik (APA yang dilakukan negara) dan pelaksanaan operasional
wewenang oleh administrasi (pemerintah) dan
oleh badan penanggungjawab yang independen atau swasta (BAGAIMANA
wewenang dilaksanakan). Administrasi dan badan penanggungjawab
melaksanakan tugas yang diserahkan oleh negara atas dasar perumusan “order”” secara
kuantitatif dan kualitatif, lalu disepakatilah anggaran biaya untuk pelaksanaan
order tersebut (order kerja dan anggaran umum).
Tujuan New Public
Management adalah untuk merubah administrasi public sedemikian rupa sehingga,
kalaupun belum bisa menjadi perusahaan, ia bisa lebih bersifat seperti
perusahaan. Administrasi publik sebagai penyedia jasa bagi warga harus sadar
akan tugasnya untuk menghasilkan layanan yang efisien dan efektif. Tapi, di
lain pihak ia tidak boleh berorientasi pada laba. Padahal ini wajib bagi sebuah
perusahaan kalau ia ingin tetap bertahan dalam pasar yang penuh persaingan.
Tujuan di atas bukanlah satu tujuan yang
tak dapat dicapai, seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman dari berbagai
negara (Swedia, Belanda, Selandia Baru, AS, Britania Raya, dls.) yang beberapa
tahun lalu merasa harus melakukan reformasi terhadap kinerja administrasi
publik di negara mereka. Reformasi ini juga menjadi semakin penting di
negara-negara lain dan juga di Amerika Latin.
Alasan mengapa politik dan
administrasi tertarik pada NPM sangat beranekaragam dan cenderung tak jelas:
adminsitrasi mengharapkan memperoleh otonomi yang lebih besar dan
debirokratisasi, pihak politisi yang mengurus masalah keuangan (parlemen, DPRD)
ingin secepat mungkin mereformasi anggaran, sementara pemerintah dan juga
parlemen mengharapkan memperoleh kemungkinan pengendalian yang lebih besar dan
baru. Banyak politisi khawatir, dengan anggaran umum (Globalbudget) pihak
pemerintah dan administrasi hendak melepaskan diri
dari kewajiban justifikasi dan ingin melucuti wewenang parlemen dalam
membuat keputusan dengan cara mengajukan anggaran yang tak berarti. Pihak pelaksana
order kecewa jika dilakukan pemangkasan anggaran atas dasar perbandingan
produksi dan biaya (benchmarking). Indikator produksi dianggap “tak
memadai” atau keseluruhannya dilihat sebagai “dampak negatif ekonomi” yang tak
pada tempatnya atau sebagai penghinaan terhadap administrasi yang profesional.
Ø
Manajemen Kontrak
Penyelenggaraan administrasi publik
selama ini ditandai dengan keputusankeputusan yang bersifat hirarkis dan
berdasarkan petunjuk-petunjuk khusus. Dengan perangkat manajemen kontrak, praktek
ini akan diubah – yakni dengan membuat kesepakatan tentang biaya dan apa yang
harus dikerjakan.
Yang dimaksud dengan manajemen
kontrak adalah penyelenggaraan administrasi melalui kesepakatan-kesepakatan
tentang tujuan yang hendak dicapai. Kesepakatan ini mencakup mulai dari tujuan
yang hendak diraih hingga pengawasan terhadap proses pencapaian tujuan
tersebut. Landasan manajemen kontrak adalah kontrak atau perjanjian antara
pihak-pihak yang membuat perjanjian. Siapakah pihak yang membuat perjanjian ini?
Pihak pertama adalah pemerintah (politik), dan pihak lainnya adalah pihak yang
memberikan layanan atau pihak pelaksana. Dalam prakteknya, pemerintah –
tergantung pada masing-masing konstitusinya, terdiri dari parlemen (untuk
sistem parlementer) atau presiden bekerjasama dengan parlemen (untuk sistem
presidensiil). Di tingkat daerah ada DPRD yang menjadi pemberi order
dan di lain pihak ada pemerintah daerah sebagai unit pelaksana. Seperti
yang telah diuraikan dalam sub bahasan tentang pembatasan tanggung jawab,
petunjukpetunjuk strategis untuk mencapai tujuan ditentukan oleh parlemen
(pusat atau daerah) yang nantinya harus bertanggung jawab kepada warga,
sementara di lain pihak unit pelaksana (administrasi: pemda atau pemkot)
merupakan pihak pemberi layanan yang profesional – yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan kerja yang efisien. Asas manajemen kontrak juga bisa diterapkan
dalam penyelenggaraan administrasi. Pimpinan masing-masing bagian harus
mendelegasikan tugas kerja kepada karyawan yang bertanggung jawab. Karyawan ini
membuat kerja tertentu dalam divisinya. Selain mendelegasikan tugas, pimpinan
juga berbicara dengan
karyawannya tentang hasil kerja, anggaran dan ruang gerak untuk
bertindak.
Apa yang dimaksud dengan manajemen
kontrak di sini bukanlah kontrak atau perjanjian-perjanjian yang mengikat
secara hukum seperti halnya dalam dunia bisnis, tapi menyangkut kesepakatan
tujuan yang bersifat mengikat tentang jangka waktu yang telah ditetapkan.
Kesepakatan ini mengandung tiga unsur penting.
Dalam perjanjian ditetapkan produk
serta kerja yang harus dilakukan berdasarkan kuantitas dan kualitas (tujuan
kerja) serta anggaran yang dibutuhkan (tujuan keuangan). Yang penting dalam
kesepakatan ini adalah bahwa si pemberi order menjelaskan produk yang diinginkan,
tapi tidak menentukan bagaimana proses kerjanya dilakukan. Ini berarti,
bagaimana pihak pelaksana mengerjakan produk yang diinginkan sang pemberi order
adalah urusan mereka sendiri, tapi tentu saja untuk bisa menghasilkan produk
yang diminta, si pelaksana harus memahami obyek yang akan digarap.
Instrumen perjanjian memberikan
keuntungan kepada kedua belah pihak. Pertamatama, pemberi order dapat leluasa
merancang bagaimana ia merealisasikan tujuan politiknya dalam takaran yang
terukur dan memberikan order sesuai dengan dana yang ada. Sementara si
pelaksana juga mendapat peluang menciptakan lapangan kerja yang lebih menarik
dan terjamin melalui kreativitas dan prakarsa sendiri. Unsur penting lain yang
mendukung berfungsinya manajemen kontrak adalah adanya penerapan sistem laporan
kerja (lihat sub bahasan controlling) yang memberikan semua informasi mengenai
pelaksanaan kepada pihak pemberi order dan dengan demikian mendokumentasikan
kemajuan kerja sedemikian rupa sehingga pihak pemberi order setiap saat bisa
berunding lagi dengan pihak pelaksana order.
gak asik
BalasHapus